Secara prinsip, PCR merupakan proses
yang diulang-ulang antara 20–30 kali siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga
tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:
1. Tahap
peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada
suhu tinggi, 94–96 °C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA
menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan
agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah.
Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat (“patokan”)
bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit.
2. Tahap
penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat
yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60 °C.
Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak
terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap
ini 1–2 menit.
3. Tahap
pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA
polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan
pada suhu 76 °C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali
mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna
hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang
panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan
berlimpah karena penambahan terjadi secara ksponensial
Pada tahap denaturasi, pasangan untai
DNA templat dipisahkan satu sama lain sehingga menjadi untai tunggal. Pada
tahap selanjutnya, masing-masing untai tunggal akan ditempeli oleh primer.
Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing menempel pada untai tunggal DNA
templat. Biasanya, kedua primer tersebut dinamakan primer maju (forward
primer) dan primer mundur(reverse primer). Setelah
menempel pada untai DNA templat, primer mengalami polimerisasi mulai dari
tempat penempelannya hingga ujung 5’ DNA templat (ingat polimerisasi
DNA selalu berjalan dari ujung 5’ ke 3’ atau berarti dari ujung 3’ ke 5’ untai
templatnya). Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi pertama akan
diperoleh dua pasang untai DNA jika DNA templat awalnya berupa sepasang untai
DNA. Pasangan-pasangan
untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi akan menjadi templat
pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada putaran yang ke n
diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2n – 2n.
Fragmen DNA pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan
jarak antara kedua tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang
merupakan urutan target yang memang dikehendaki untuk digandakan
(diamplifikasi).
Bisa kita bayangkan seandainya PCR
dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada akhir reaksi akan diperoleh fragmen
urutan target sebanyak 220 – 2.20 = 1.048576 – 40 = 1.048536 !
Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya hanya satu untai
ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA templat awal hanya berupa
satu untai ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka
jumlah tadi tinggal dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat
cukup bila akan digunakan sebagai fragmen pelacak.
Reaksi
Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction
(PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi
nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan
DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107
kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua
kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali
banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana
cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amp
lifikasi
urutan non-target.
Penggunaan
PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan biologi
molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh
virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic,
legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Site-directed
mutagenesis of genes dan mRNA Quantitation di sel ataupun jaringan.
Proses PCR
merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan
ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer
oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5’
menuju ujung-3’ untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang
diinginkan. Dasar siklus PCR ada 30-35 siklus meliputi:
Rincian
dari masing-masing tahap atau siklus tersebut adalah sebagai berikut :
Pra-denaturasi
Dilakukan
selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan
mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan
terlebih dahulu), sehingga DNA utas ganda terdenaturasi atau terpisah menjadi
dua utas tunggal. Kandungan Guanine dan Cytosine
(G+C), yang merupakan pasangan basa nitrogen dengan ikatan rangkap tiga dalam
struktur double helix DNA, dapat menjadi pertimbangan menentukan suhu denaturasi.
Makin tinggi proporsi (G+C) mengakibatkan makin tingginya suhu yang dibutuhkan
untuk denaturasi DNA.
Denaturasi
Denaturasi
dilakukan dengan pemanasan hingga 960C selama 30-60 detik. Pada suhu
ini DNA utas ganda yang tersisa, akan dipisah menjadi utas tunggal secara utuh.
Anealing
Tahap awal sintesis sekuen spesifik DNA
secara in vitro dimulai pada tahap annealing, Setelah DNA menjadi utas
tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60oC selama 20-40 detik untuk memberikan
kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang
komplemen dengan sekuen primer.Primer akan menempel pada sekuen komplementer
utas tunggal DNA cetakan (DNA template). Sintesis DNA ini berlangsung dari arah
5’ ke 3’. Agar sintesis DNA dapat
berlangsung dengan baik maka dalam reaksi tersebut diperlukan adanya enzim DNA
polymerase, misalnya Taq Thermus aquaticus) polymerase dan MgCl, sementara
kebutuhan energi dan nukleotida terpenuhi dari dNTPs (terdiri dari : dTTP,
dGTP, dATP dan dCTP). Reaksi sintesis
DNA pada tahap ini tergantung pada suhu annealing dari primer yang
digunakan. Suhu annealing primer
tersebut ditentukan diantaranya dari ukuran panjang primer dan kandungan basa
(G+C) dari primer yang digunakan.
Misalnya primer yang terdiri dari 24-30 pasang basa, dapat bekerja
dengan baik pada suhu annealing 60 0C atau lebih.
Extension/ elongasi
Pada tahap extension, umumnya terjadi pada suhu 72 0C, proses
sintesis yang telah dimulai dari tempat penempelan primer, terus berlanjut
sampai bertemu dengan sintesis DNA yang dilakukan oleh primer lainnya dengan
arah yang berlawanan pada komplemen utas DNA template, sehingga terbentuklah
DNA utas ganda yang baru. Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja
optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA polymerase
akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template
adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah
T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai
baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah
yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.
Biasanya
dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan
bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna.
Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir
G.
Kesimpulan
1.
Teknik PCR adalah amplifikasi/pengkopian DNA target
diluar sel (in vitro) yang meniru proses replikasi DNA yang ada dalam sel.
2.
Tahapan
PCR meliputi:
(1)
Pre-denaturasi DNA template
(2)
Denaturasi DNA template
(3)
Penempelan primer pada template (annealing)
(4)
Pemanjangan primer (extension)
(5)
Pemantapan (postextension).
H. Daftar
Pustaka
Alberts,
B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Walter, P. 2002. Molecular Biology of the Cell. Edisi ke-4.
Garland Science: New York. ISBN 0-8153-3218-1 (versi online di NCBI
Bookshelf).
Gumilar, Gun Gun. 2006. Memfotokopi DNA dengan PCR. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/092006/14/cakrawala/lain03.htm. [diakses 30 November
2014]
Lina, Maria et al. 2005. Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction untuk
Mendeteksi Keberadaan Gen Target INH (KAT-G dan KAS-A) pada DNA sampel Sputum
BTA (Basil Tahan Asam) Positif yang Dideteksi dengan Beberapa Metode. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknik
Nuklir P3TkN-batan.
1.
I. Simpulan :
Kesimpulan dari laporan praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
-
Mahasiswa mampu memahami dan
menerapkan Isolasi dengan metode MN
-
Setelah memahami dan menerapkan Isolasi DNA metode
MN di laboratorium mahasiswa mampu
menjelaskan tentang prinsip Isolasi DNA menggunakan metode MN secara standar operasional prosedur yang
benar pada makanan dan darah
-
Kesalahan karena salah uji dalam kerja di laboratorium sangat
bisa ditanggulangi dengan memahami dengan baik serta focus dalam setiap
melakukan uji isolasi DNA MN karena banyak melalui proses.
-
Meyode Isolasi DNA
dengan menggunakan Metode MN ini lebih efisien dari pada metode Isolasi Dixit
dan PCI yang banyak membutuhkan bahan
J. Daftar
Pustaka
Alberts,
B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Walter, P. 2002. Molecular Biology of the Cell. Edisi ke-4.
Garland Science: New York. ISBN 0-8153-3218-1 (versi online di NCBI
Bookshelf).
Irawan,
Bambang. 2008. Genetika Molekuler.
Surabaya: Airlangga University Press. Surabaya.
Jusuf,
2001. Genetika I Struktur dan Ekspresi
Gen. Bogor : Sagung Seto.
Mustikaningtyas,
Dewi. 2014. Praktikum Biologi Molekuler.
Semarang:Jurusan Biologi, FMIPA, UNNES.
Nagel, Macherey. 2012. Genomic
DNA from Blood User Manual. Germany : Clontech Laboratories.
Nagel, Macherey. 2012. Genomic
DNA from Food User Manual. Germany
: Clontech Laboratories.
Sutomo,
2002. Ekstraksi DNA. Jakarta: UI
Press.
0 komentar
Post a Comment